Daftar Haji atau Membayar Cicilan Rumah?
Banyak pasangan muda menanggung biaya cicilan rumahnya. Sementara daftar haji sebaiknya dilakukan sedini mungkin karena berkaitan dengan daftar tunggu haji yang cukup panjang. Apakah mereka sebaiknya menunggu cicilan rumah selesai untuk mendaftarkan haji atau menunggu mendaftarkan haji sambil melunasi cicilan rumah?

Ibadah haji merupakan ibadah yang menuntut pengorbanan fisik, mental, dan
keuangan. Dalam istilah agama, ibadah haji diwajibkan untuk orang yg sudah
mampu. Mampu dalam perjalanan, fisik dan biaya. Bagi orang yang sudah memiliki
kemampuan tanpa melaksanakannya akan menanggung aib menurut syari.
Rasulullah dalam sebuah hadits menyuruh umatnya yang memiliki kemampuan untuk
melaksanakan ibadah haji tetapi tidak melaksanakannya untuk mati sebagai
non-Muslim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : (مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ
وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا، أَوْ نَصْرَانِيًّا،
وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ : (وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ
البَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا (
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang memiliki bekal dan
kendaraan yang dapat mengantarkannya ke Baitullah dan ia tidak juga berhaji,
maka ia boleh pilih mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Allah berfirman dalam
Al-Quran, ‘Kewajiban manusia dari Allah adalah mengunjungi Ka’bah bagi mereka
yang mampu menempuh perjalanan,’’” (HR A-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).
Lalu bagaimana dengan pasangan muda yang juga memiliki beban cicilan rumah.
Apakah mereka juga terkena beban kewajiban haji?
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa bekal perjalanan yang diasumsikan sebagai
kemampuan haji bukanlah biaya yang dialokasikan untuk kebutuhan rumah. Dengan
demikian, orang yang memiliki biaya terbatas hanya untuk cicilan rumah dianggap
belum memiliki bekal haji.
ويشترط في الزاد ما يكفيه لذهابه ورجوعه…وفاضلا عن
مسكن وخادم يحتاج إليهما
Artinya, “Dalam urusan bekal, disyaratkan biaya yang dapat mencukupi kebutuhan
pergi dan pulangnya lebih di luar… kebutuhan untuk membayar dan asisten rumah
tangga yang diperlukan,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil
Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa
catatan tahun], halaman 47).
Syekh Wahbah Az-Zuhayli mengatakan bahwa bekal haji adalah biaya di luar
kebutuhan papan, asisten rumah tangga, dan kebutuhan mendasar lain untuk
dirinya dan keluarganya. Bekal haji adalah juga biaya di luar kebutuhan biaya
membayar utang karena pelunasan utang bagian dari kebutuhan dasar dan berkaitan
dengan hak anak Adam. Ini lebih kuat. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul
Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,
juz III, halaman 34).
Syekh Ibnu Hajar mengatakan bahwa kebutuhan rumah tidak selalu harus dipenuhi
dengan membeli sendiri. Pemenuhan kebutuhan rumah dapat berasal dari wakaf atau
wasiat yang ditujukan kepadanya sehingga seseorang yang memiliki wajib
mengalokasikan asetnya untuk biaya haji, bukan rumah. (Lihat Syekh Ibnu
Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa
catatan tahun], halaman 47).
Syekh Wahbah Az-Zuhayli menambahkan, orang yang memiliki aset mati berupa lahan
untuk tempat tinggal atau aset hidup untuk diambil keuntungannya demi menafkahi
dirinya dan keluarganya, tidak terkena beban kewajiban haji. Tetapi ketika
keuntungannya melebihi kebutuhan nafkahnya dan nafkah keluarganya, seseorang
berkewajiban haji.
ومن له عقار يحتاج إليه لسكناه، أو سكنى عياله، أو يحتاج
إلى أجرته، لنفقة نفسه أو عياله، أو بضاعة متى نقصها اختل ربحها، لم يكفهم، أو
سائمة يحتاجون إليها، لم يلزمه الحج، فإن كان له من ذلك شيء فاضل عن حاجته، لزمه
بيعه في الحج
Artinya, “Siapa saja yang memiliki aset tak bergerak yang diperlukan untuk
kediamannya, kediaman keluarganya, atau diperlukan untuk penyewaan demi nafkah
dirinya atau nafkah keluarganya; atau memiliki produk jualan yang jika
dikurangi maka keuntungannya juga berkurang dan tidak mencukupi; atau memiliki
ternak yang mereka perlukan, maka ia tidak wajib haji. Kalau ia memiliki asset
lain di luar kebutuhannya, maka asset itu harus dijual untuk pembiayaan haji,”
(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,
[Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz III, halaman 34).
Dari pelbagai keterangan ini, kami menyarankan pasangan muda untuk berusaha menyisihkan uangnya untuk alokasi dana setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) di tengah memenuhi beban cicilan rumahnya. Tetapi jika upaya itu cukup membebani, maka mereka harus memprioritaskan dananya untuk biaya cicilan rumah. [Kang Nasir Abi]
Sumber : NU online
Sangat bermanfaat dan membantu, terimakasih